Home Pendidikan Pemerkosaan oleh Dokter Residen di RSHS Bandung, Ini Sikap Kemenkes dan Unpad

Pemerkosaan oleh Dokter Residen di RSHS Bandung, Ini Sikap Kemenkes dan Unpad

Kasus pemerkosaan oleh dokter residen Unpad di RSHS Bandung memicu reaksi dari Kemenkes dan Unpad. Simak tanggapan dan langkah resmi mereka di sini.

22
0
SHARE
Pemerkosaan oleh Dokter Residen di RSHS Bandung, Ini Sikap Kemenkes dan Unpad

Keterangan Gambar : DOKTER RESIDEN VIRAL - Potret pelaku pencabulan terhadap salah seorang keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, Priguna Anugerah (31). Potretnya akhirnya ditampilkan oleh Ditreskrimum Polda Jabar.

INFOPENDIDIKAN.NET - Inilah fakta-fakta viral dokter residen Unpad rudapaksa keluarga pasien, lengkap kronologi dan nasib Priguna Anugerah Pratama.

Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter residen dari Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menjadi sorotan publik nasional. Peristiwa ini menimbulkan kecaman luas dari masyarakat dan berbagai pihak, termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta institusi pendidikan tempat pelaku menjalani pendidikan profesinya.

Atas perbuatannya tersebut, Priguna Anugerah Pratama ditangkap di apartemennya di Bandung. Namun saat akan ditangkap, pelaku berupaya mengakhiri hidupnya dengan melukai tangan.

"Pelaku kami amankan di apartemennya di Bandung. Bahkan, si pelaku ternyata sempat mau bunuh diri juga dengan memotong nadi di tangannya," ungkap Surawan, dikutip dari infopendidikan.net Rabu (9/4/2025). 

Kronologi Kejadian Pemerkosaan oleh Dokter Residen

"Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB, pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi," ucap Surawan. 

Pelaku yang diketahui merupakan mahasiswa semester dua PPDS, mendekati korban dengan dalih melakukan pemeriksaan crossmatch, yakni kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

Pelaku lalu menyuntikkan cairan bening yang merupakan obat bius jenis Midazolam hingga korban tak sadarkan diri. 

Korban sadar beberapa jam setelahnya dan langsung merasakan nyeri pada bagian kemaluan.

Wanita 21 tahun itu lantas melakukan visum dengan dokter Obstetri dan Ginekologi (Obgyn). 

Kemenkes Minta KKI Cabut STR Tersangka Pemerkosaan di RSHS Bandung

Merespons kasus tersebut, Kementerian Kesehatan meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) tersangka PAP. “Sebagai langkah tegas pertama, Kemenkes sudah meminta kepada KKI untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, seperti dikutip dari Antara.

Aji mengatakan pihaknya merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual oleh PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anestesiologi di RSHS Bandung. “Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat,” kata Aji.

Dia menuturkan Kemenkes juga sudah menginstruksikan kepada Direktur Utama RSHS Bandung menghentikan sementara waktu, yakni selama 1 bulan, kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di rumah sakit itu untuk evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama Fakultas Kedokteran Unpad.

Unpad Keluarkan Dokter Residen Tersangka Pemerkosaan di RSHS Bandung

Adapun Unpad telah mengeluarkan PAP menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di RSHS Bandung. Rektor Unpad Arief S. Kartasasmita mengatakan keputusan pemutusan studi diambil sebagai bentuk ketegasan institusi dalam menanggapi dugaan pelanggaran hukum dan norma yang dilakukan oleh peserta PPDS itu.

“Tentu Unpad dalam hal ini sangat prihatin terhadap kasus ini. Secara umum Unpad tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku,” kata Arief dalam keterangannya di Bandung, Selasa, 8 April 2025.

Meskipun proses hukum masih berlangsung dan belum ada putusan pengadilan, kata dia, Unpad telah memiliki cukup indikasi dan dasar untuk menjatuhkan sanksi akademik berupa pemutusan studi. “Ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan, yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” tutur Arief.

Unpad memastikan dokter berinisial PAP tersebut tidak lagi memiliki status sebagai peserta didik Unpad dan tidak diperbolehkan menjalani kegiatan apa pun di lingkungan kampus maupun rumah sakit pendidikan.